Pesugihan Bulu Mertua #5
Masih di kolam renang, setelah selesai Arisan. Semua orang sedang menikmati halaman belakang Rumah Arumbi. Dimana beberapa orang berenang dan beberapa lagi ngobrol sembari bergosip.
"Aku panggil Dek Nina saja ya, Usiamu muda banget tapi bisa menerima dan mau dimadu" Ucap Arumbi heran.
"Sebenarnya sih Nggak mau tadinya, cuma dipaksa orang tua, Bu Arumbi" Ucap Nina yang merupakan salah satu tetangga teman Arumbi. Sehingga dia bisa bergabung dengan kelompok arisan mereka.
"Yang sabar ya, sudah kamu temenan sama kami saja. Dan Kalau ada masalah, bilang saja. Kami bantu kok" Ucap Arumbi tersenyum dan tak mau menanyakan apapun lagi.
Sebenarnya Nina tidak ingin bergabung dengan kelompok arisan tetangganya, tapi dia juga tidak bisa menolak ajakan yang terus-terusan dilontarkan oleh tetangganya.
"Untung Bu Arumbi baik, Apa ada baiknya aku tetap ikut saja sekali putaran ya?" Ucap Nina dalam hati yang terpaksa menjadi istri kedua Bos PT Bohlam.
Sampai acara selesai, Nina sekarang bertukar kontak dengan Arumbi. Dia tahu jika Arumbi tidak seperti yang lain. "Boleh, Kalau kamu mau." Ucap Arumbi yang kemudian memberikan nomor kontaknya.
Tidak ada hal terjadi saat itu, dimana Acara arisan sudah selesai. Arumbi kembali menunggu anak dan mantunya pulang. "Maaf ya, kalian jadi lama diluar." Ucap Arumbi.
"Nggak papa mah, lagian sekalian tadi ketemu Reni dijalan. Jadi aku janjian sama Lara buat jalani ke mall. Nih, dua orang ini borong banyak pakaian" Ucap Bagas yang kelelahan.
"Buat Mamah mana Gas?"
"Tenang mah, Ini udah aku beliin buat Mamah pakaian baru dari butik" Ucap Lara memberikan tas dari sebuah butik.
"Makasih ya Lara, Mamah mau cobain deh" Ucap Arumbi senang.
Dan saat ini, ketika Bagas ingin beranjak ke kamarnya dia melihat sebuah kartu nama seseorang terselip di bawah meja ruang tamu. "PT Bohlam Sejahtera?" Ucap Bagas ingin bertanya, apakah ada orang yang menjatuhkan kartu nama tersebut tadi.
Setelah mandi, Bagas segera menemui Arumbi dan bertanya. "Ini punya temen Mamah?" Tanya Bagas memperlihatkan kartu nama seseorang.
"Mungkin punya Nina terjatuh, lagian cuma kartu nama memang kenapa?" Tanya Arumbi penasaran.
"Ah nggak, cuma takut dia cari" Ucap Bagas yang masih melihat Arumbi memegang kartu nama Milik Nina yang ternyata seorang sekretaris baru PT bohlam sejahtera.
Arumbi langsung menel Nina, jika dia tadi meninggalkan sebuah kartu nama di rumahnya, "Oh, ya sudah. Kirain Kamu butuh Kartu nama ini kembali. Ya sudah, biat aku simpan saja" Ucap Arumbi menutup telepon.
"Nih, buat kamu saja"
"Memiliki siapa Nina ini?" Tanya Bagas ingin tahu.
"Katanya sih, Dia istri muda Bos PT Bohlam, kata temen-temen mamah. Tadi mamah juga kesel mereka bicara gitu, padahal anaknya baik dan masih muda loh. Dia juga tinggal sendiri, kasihan Dia dipaksa jadi istri muda" Ucap Arumbi yang tak tahu jika Bagas mengenal Baik suami Nina.
"Oh jadi begitu,Buang saja" Ucap Bagas membuang kartu nama Nina di tong sampah. Tapi dia hanya berpura-pura membuangnya.
"Mau mamah bikinin kopi?" Tanya Arumbi yang saat ini memang sedang didapur bersama Bagas.
"Boleh, Oh ya mah. Yang tadi pagi gimana?" Tanya Bagas ingin tahu, apakah Lara curiga pada mereka.
"Sssh, Kamu tunggu saja di ruang tamu. Kalau mereka sudah tidur, Mamah cerita." Ucap Arumbi yang tidak mau Bagas mengajaknya melakukan sesuatu malam ini dan itu beresiko. Karena besok pagi mereka harus membuat ritual khusus tiga bulan sekali.
Di ruang tamu, Bagas sedang ngopi sambil merokok. Dia menunggu Arumbi datang untuk berbicara dengannya soal tadi pagi. Lara dan Reni juga masih dikamar, "Gas, Mau nambah kopinya?." tanya Arumbi.
"Boleh mah, lama banget. Ngapain sih?" Tanya Bagas yang menunggu lama.
"Habis mandi malam, Tadi sore kan mamah belum mandi" Ucap Arumbi duduk sambil menyalakan api.
"Gimana mah? Lara curiga nggak?" Tanya Bagas tak sabar sambil mencoba meraih dada Arumbi. Tapi seketika itu,Arumbi langsung menangkis tangannya.
"Jangan Gas, kamu sekali diberi Jadi kelewatan" Ucap Arumbi menasehati.
"Lah, Kok Gitu sih. Bentar doang" Ucap Bagas.
"Haduh kamu ini, Memang kebelet banget?" Tanya Arumbi yang meraih tangan Bagas. "Remas deh sampai puas."
"Nah gini kan enak, jadi gimana?" Tanya Bagas sambil mencoba menggerakkan tangannya.
"Gas, jangan dulu. Udah, Besok saja. Lagian mamah Cuma mau bilang, Lara Nggak curiga. Udah kamu tidur saja, besok kita ritual lagi" Ucap Arumbi berdiri.
"Yah..." Keluh Bagas yang sudah keenakan.
"Pokoknya Nggak malam ini titik" Ucap Arumbi yang sebenarnya mau, tapi dia tidak akan menuruti kemauan Bagas.
"Masa sih Nggak mau, Awas ya" Seakan Bagas lupa diri sekarang. Dia punya Rencana Untuk Nanti malam.
"Lagian salah siapa yang duluan"
***
Pukul 22:00 ketika Bagas sudah memastikan Lara tertidur, Dan Reni juga sudah tidur. Dia datang ke Kamar Arumbi. "Mah.." Lirih Bagas pelan seraya mencoba membuka pintu.
"Yah dikunci!" Keluhnya.
Padahal tadi sebelum tidur, Bagas juga sudah diwanti-wanti Arumbi untuk tidak masuk ke dalam kamarnya. Tapi Bagas seperti ingin melanjutkan Rencana. Tapi, Bagaimanapun Arumbi seperti tahu sifat Mantunya. Sehingga dia tidak mau sampai Bagas terlalu berlebihan sekarang.
Bagas Sendiri kecewa, sambil duduk di halaman belakang rumah. Dia sudah tidak ingin lagi melakukan sesuatu dengan Arumbi. Dan sekarang dia melihat Kartu Nama seseorang. "Namanya Nina Ratnasari. Hehe, Walaupun aku tidak tahu siapa yang menjebak ku dulu. Mungkin, Aku masih punya dendam sama suaminya." Tersenyum Bagas ingin membalas dendam pada seorang bos di perusahaan tempat dirinya pernah berkerja sebelumnya.
"Kata mamah dia tinggal sendiri di rumah. Namanya juga istri kedua, Masih muda juga." Sifat Bagas sekarang jauh berbeda dari sebelumnya, dimana sekarang dia seperti tidak takut apapun karena dia punya uang sekarang.
"Hehe, Lebih baik aku banyak olahraga. Biar badanku seperti dulu saat masih muda. Lagi pula, Mamah juga mengeluhkan perutku yang buncit." Lirih Bagas sembari melihat perutnya yang sedikit gendut.
"Minggu besok aku mau mulai Lari pagi di Taman"
Hingga keesokan harinya. Bagas sekarang tidak bekerja karena ada sebuah urusan yang harus dilakukan dengan Arumbi. Dimana sekarang keduanya berada didalam kamar tempat ritual khusus pesugihan bulu.
"Bagas, Jangan dijilat dong." Ucap Arumbi kesal tapi dia juga menikmati.
"Hehe, Iya. Iya.. Aku potong ya mah" Ucap Bagas yang kemudian membuka kotak berisi Gunting dan perlahan memotong satu persatu bulu Arumbi.
"1,10,13,25...30,60,70,89,98,100"
"Udah mah, tidak kurang tidak lebih." Tutur Bagas yang sekarang bergantian untuk dipotong bulunya oleh Arumbi.
"Haha geli mah, Tuh Mamah juga malah mainin" Ucap Bagas tertawa ketika itunya dijilat Arumbi.
"Makanya jangan iseng, Mamah potong ya" Ucap Arumbi yang kemudian memotong satu persatu bulu Bagas dengan gunting lainnya.
"100"
"Cepet banget" Tutur Bagas.
"Pengalaman mu dengan Mamah kan beda level. Ayo, lanjut ritual" Ajak Arumbi kembali duduk sambil menyuap pembakaran. Kembali aroma sangit tercium, dan karena Bagas sudah terbiasa. Dia tak terlalu peduli dan terus membakar satu persatu bulu mereka.
"Sudah selesai, Jangan lupa besok taburin lagi" Pinta Arumbi yang kemudian berjalan bersama Raga untuk mandi kembang di kamar mandi dan tentunya sekalian mereka memenuhi kebutuhan masing-masing.
"Lanjut dikamar yuk Gas" Pinta Arumbi.
"Masih mau?" Tanya Bagas.
"Udah ayo..Kamu sekalian olahraga. Perutmu itu loh harus dikecilin. Dulu Mamah lihat kamu ganteng dan kekar, tapi pas sudah menikah kamu jarang mengurus tubuh" Ucap Arumbi menutup pintu kamarnya.
"Oke deh, Mulai minggu depan Bagas mau olahraga sekalian beli alat olahraga" Ucap Bagas mendorong Arumbi.
"Pelan-pelan ya Gas, Sampai siang" Ucap Arumbi.
"Gas mah" Ucap Bagas menerjang.
Comments